undercover.co.id Menjadi seorang pekerja di Google tidaklah mudah. Tes masuk dan interviewnya terkenal unpredictable, dan hanya para jenius saja yang bisa bekerja di sana. Menjadi staf saja sudah sulit, apalagi jadi product manager. Apalagi melakukannya dalam usia sangat muda.
Namun Michael Sayman Galvez mampu melakukannya.
Michael Sayman lahir di Miami, Florida. Ayahnya berasal dari Bolivia, dan ibunya berasal dari Peru. Ia tercatat sebagai engineer termuda yang pernah bekerja full time di Facebook, serta product manager termuda yang pernah mengerjakan proyek Google Assistant.
Perjalanan Michael Sayman bermula dari kegemarannya terhadap game online Club Penguin. Karena terobsesi dengan Club Penguin, Sayman memutuskan untuk menulis blog seputar Club Penguin, serta tips dan trik yang bisa ia berikan mengenai game tersebut.
Kurang puas dengan jumlah pengunjung blognya, Sayman lalu membuat aplikasi untuk menambah traffic . Ia murni melakukannya secara otodidak, hanya belajar dari internet. Setelah selesai, aplikasi ini diunggah ke App Store.
Namun siapa sangka, aplikasi ini diminati oleh banyak remaja penggemar Club Penguin lainnya. Perlahan tapi pasti, aplikasi bernama Club Penguin Cheats ini menempati ranking 10 besar di App Store. Sayman masih berusia 13 tahun saat itu.
Aplikasi berikutnya yang dikembangkan Sayman adalah 4 Snaps, permainan sosial yang berisi empat gambar, dan meminta orang lain menebak apa maksud dari empat gambar tersebut.
Setelah mengembangkan kedua aplikasi tersebut, Sayman mendapat perhatian dari kampung halamannya di Peru. Sayman juga menjadi inspirasi bagi para anak-anak muda Hispanik yang ingin membangun startup.
Di usia 17 tahun, Sayman bekerja magang di Facebook, dan kemudian ditawarkan kerja full-time sebagai product manager. Dua tahun kemudian, Sayman mengundurkan diri dari Facebook, dan bergabung dengan Google. Di usia 21 tahun, Sayman menjadi product manager di sana.
Perjalanan yang tak mudah
Meskipun sekilas perjalanan hidupnya tampak berkilau, dan tampak seperti sukses di usia muda, bukan berarti hidup Sayman lancar-lancar saja.
Sayman adalah anak dari imigran dari Peru, yang datang ke Amerika untuk mencari penghidupan yang lebih baik, meskipun tidak memiliki gelar atau pendidikan. Orang tua Sayman mendirikan rumah makan kecil, dan dari sanalah keluarga Sayman mampu menghidupi anak-anak dan menyelokahkan Sayman dan keluarganya.
Sayman selalu diingatkan orang tuanya untuk giat belajar, agar Sayman mendapatkan karir yang lebih layak dibandingkan orang tuanya.
Seperti anak-anak lainnya, Sayman mencintai internet. Sejak dulu Sayman yakin bahwa apapun bisa dilakukan di internet. Keyakinan ini membuat Sayman yakin, apapun bisa ia lakukan, bahkan walaupun itu gila dan tidak rasional.
Keyakinan itu memberikan hasil, saat Sayman memperlihatkan cek $5000 pertamanya. Orang tua Sayman tak percaya, namun merasa bangga luar biasa terhadap Sayman.
Sayman kemudian menjadi tulang punggung keluarganya. Dari penghasilannya, ia bisa membantu menyekolahkan kakaknya, membayar tagihan, bahkan menggaji karyawan di restoran orang tuanya.
Sayman mengaku sejak kecil ia tak meminta banyak hal; setelah membeli iPhone dan Mac terbaru, sisa uangnya ia berikan pada orang tuanya.
Namun tagihan semakin mahal dan sekolah mulai tertinggal. Sayman mulai tak sanggup membayar tagihan, sementara nilai-nilainya di Sekolah mulai anjlok.
Sampai pada puncaknya, properti milik keluarga Sayman disita, dan mereka tak punya rumah.
Sayman kemudian mengambil keputusan sulit; ia meninggalkan sekolah dan mulai fokus lebih banyak pada pengembangan aplikasi berikutnya. Proses ini dilakukan dengan tertatih-tatih; Sayman dan keluarganya tinggal di apartemen sempit. Restoran keluarganya pun ditutup. Nasib keluarganya kini benar-benar ada di tangan Sayman.
Sayman bekerja siang dan malam untuk melakukan riset. Ia menganalisa demografi remaja, mengetahui minat mereka, dan menciptakan aplikasi baru yang sesuai dengan minat tersebut. Namun, aplikasi-aplikasi berikutnya yang diluncurkan Sayman tidak booming seperti sebelumnya. Ini membuat Sayman dan keluarganya benar-benar terjepit.
Di sisi lain, Sayman tetap rutin melakukan perjalanan ke berbagai negara di Amerika Selatan, menjadi pembicara dan memberikan motivasi bagi para anak-anak muda yang ingin mengejar mimpi di bidang Startup.
Seringkali Sayman menghadapi ketakutan. Hidupnya seperti ironi; di satu sisi ia terlihat seperti anak muda sukses yang punya segalanya, di sisi lain ia adalah tulang punggung keluarga dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Layakkah hidup berpura-pura? Bolehkah berbagi cerita kesuksesan, sementara ia sendiri mendapatkan beban besar yang terlalu berat untuk anak seusianya?
Namun perjuangan pasti berbalas. Sayman berhasil mendapat kesempatan magang di Facebook saat berusia 17 tahun, dan ia berhasil mendapatkan kerja full time di sana. Pelan tapi pasti, Sayman memberikan penghidupan yang lebih baik untuk keluarganya.
Sambil bekerja di Facebook, Sayman sempat mengembangkan aplikasi bernama Lifestage, sebuah aplikasi berbasis video yang khusus untuk anak muda. Karena kemampuannya itulah, Zuckerberg sendiri yang meminta Sayman untuk menjadi pembicara di F8 Keynote.
baca juga
Undercover.co.id Services
Panduan Bisnis Affiliasi
Website Cuma 50 Ribu
Pembuatan Website Profesional
Jasa Seo Profesional dan Terpercaya
Jasa Sosial Media Maintenance
Kini Sayman berhasil meraih kesuksesan di usia yang terbilang muda. Semua mengira Sayman adalah jenius. Namun, Sayman menyatakan bahwa pintar saja tidak cukup. Determinasi yang sangat kuat, menghadapi ketakutan, dan terus berjuang, menurut Sayman adalah hal yang lebih penting dari itu semua.
Kisah tentang seorang pengembang aplikasi yang hidup sulit bukanlah kisah aneh, namun mendengar kisah ini dari anak berusia sangat muda adalah hal yang langka. Sayman menjelaskan bahwa semua yang ia hadapi, membuat ia lebih cepat dewasa dan lebih matang secara emosional dibandingkan anak-anak seusianya.
Sumber: TechIn, Pando