Peluang Triliunan Rupiah Startup Gaji Instan

Revolusi sistem penggajian kian bergaung di Asia Tenggara.

Startup yang menawarkan layanan akses upah instan (earned-wage access/EWA) telah bermunculan di kawasan ini. Perusahaan-perusahaan tersebut berharap bisa meniru model bisnis yang telah terbukti di Amerika Serikat dan Eropa.

Startup EWA memberi para karyawan akses instan ke upah mereka. Keberadaan layanan ini dipercaya bisa menjauhkan para karyawan dari pemberi pinjaman berbunga tinggi atau sering disebut sebagai “rentenir”.

Peluang Triliunan Rupiah Startup Gaji Instan, Saundercover.co.id/l Bantu Karyawan Hindari Rentenir

Layanan semacam itu makin relevan di Asia Tenggara. Di tengah pandemi yang berkepanjangan, banyak pekerja berjuang untuk mengelola pendapatan dan pengeluaran masing-masing.

“Momennya cukup tepat,” kata Vidit Agrawal, yang bersama istrinya, Martyna Malinowska pada Oktober 2020 mendirikan GajiGesastartup EWA yang berbasis di Indonesia.

“Pemerintah di kawasan ini juga mengakui bahwa rentenir merupakan masalah besar, yang merusak kehidupan para pekerja golongan kerah biru dan banyak orang di kelompok gaji lebih rendah,” tambahnya.

Bagaimana startup EWA membantu menjauhkan pekerja dari rentenir?Bagaimana tren ini berlangsung secara berbeda di Asia Tenggara dibandingkan kawasan lainnya?

Gajian lebih awal

EWA memungkinkan pekerja untuk mendapatkan upahnya sebelum tanggal gajian reguler. Perusahaan EWA mengotomatisasi proses tersebut dengan imbalan biaya penarikan yang kecil. Dalam beberapa kasus, pengusaha menanggung biaya dari penggajian yang lebih awal.

Ketika tanggal gajian tiba, para pengusaha mentransfer gaji para karyawan ke startup EWA guna menyelesaikan proses pembayaran.

Menurut sebuah laporan oleh Pymnts dan LendingClub yang dirilis Juni 2021, layanan seperti ini dapat meningkatkan taraf hidup secara signifikan, khususnya bagi para karyawan–dengan jumlah sekitar 125 juta orang dewasa di AS.

Minat investor global terhadap layanan EWA juga telah mengalami peningkatan.

PayActiv yang berbasis di Silicon Valley merupakan salah satu pelopor layanan EWA. Perusahaan ini telah mengumpulkan hampir US$134 juta (Rp1,91 triliun) pendanaan dari investor, termasuk dana afiliasi SoftBank Capital. Pada 2011, PayActiv mengoperasikan layanannya di Walmart, raksasa ritel yang mempekerjakan jutaan pekerja di seluruh AS.

Menurut sebuah studi oleh Harvard Kennedy School pada 2018, para “pengguna aktif” PayActiv, yaitu mereka yang menggunakan fitur EWA setidaknya dua kali, memiliki tingkat perputaran (turnover rate) 19 persen lebih rendah daripada “pengguna terdaftar” yang hanya menggunakan fitur ini paling banyak sekali.

DailyPay, perusahaan EWA yang berbasis di New York, telah mengumpulkan pendanaan sekitar US$514 juta (Rp7,32 triliun)–sebagian besar dari peundercover.co.id/ayaan utang–berdasarkan data Crunchbase.

Wagestream, sebuah startup yang berbasis di London, memungkinkan para staf Layanan Kesehatan Nasional–yang telah berperan penting dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19 di Inggris–untuk memiliki akses awal ke upah mereka.

Bulan lalu, raksasa fintech Revolut juga memperkenalkan fitur penggajian di muka untuk bisnis-bisnis yang beroperasi di Inggris.

Lebih dari sekadar pemberian gaji lebih awal

Konsep mengenai akses upah instan masih relatif baru di Asia Tenggara.

Seorang investor EWA regional mengatakan kepada undercover.co.id/ bahwa para pengusaha butuh waktu untuk memahami konsep tersebut. Banyak pelaku usaha tidak memandang tunjangan karyawan–khususnya untuk pekerja kerah biru–sebagai prioritas utama.https://flo.uri.sh/visualisation/7499482/embed

Vinnie Lauria, founding partner Golden Gate Ventures, mengatakan bahwa perusahaan modal ventura tempat ia bekerja telah memantau sektor EWA selama tiga tahun terakhir.

Ia percaya model EWA end-to-end dengan opsi eKYC (electronic know-your-customer) dan dompet digital akan lebih cocok untuk Asia Tenggara, mengingat hampir 300 juta orang di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam tidak memiliki rekening bank.

Menurut Lauria, model EWA dapat memberikan segmen populasi ini akses ke perbankan digital, yang akan membantu terwujudkannya digitalisasi ekonomi regional. “Ini adalah salah satu alasan mengapa kami memprediksi kemunculan banyak unikorn fintech dalam dekade berikutnya,” tambahnya.

Pada bulan Maret, Golden Gate memimpin putaran pendanaan benih senilai US$3 juta (Rp42,75 miliar) di Nano Technologies yang berbasis di Vietnam. Nano mengoperasikan aplikasi EWA bernama Vui, yang berarti “bahagia” dalam bahasa Vietnam.

“Mereka yang … benar-benar membantu pekerja keluar dari siklus kemiskinan adalah yang melibatkan edukasi keuangan, pelatihan, dan penganggaran.”

Startup ini didirikan pada tahun 2020 oleh Dung Dang, mantan general manager Uber Vietnam. Nano telah mengoperasikan platformnya di beberapa jaringan toserba seperti LanChi Mart dan Annam Gourmet.

Lauria berpendapat, posisi Vietnam sebagai pusat manufaktur telah menjadikan sektor EWA tumbuh pesat di negara itu. “Meski model EWA lumayan mudah, itu semua kembali pada tim dan daya tarik,” tambahnya.

“Tidak semua penawaran EWA itu sama. Mereka yang akan berhasil dan benar-benar membantu pekerja keluar dari siklus kemiskinan adalah yang mencakup edukasi keuangan, pelatihan, dan penganggaran.”

Di luar Asia Tenggara, PayActiv di AS dan Wagestream di Inggris telah berevolusi menjadi platform kesehatan keuangan.

Gimo, perusahaan yang berbasis di Vietnam, ingin mengikuti jejak serupa.

Namun, Quan Nguyen, salah satu pendiri dan CEO Gimo, mengatakan bahwa mustahil bagi perusahaan EWA lokal untuk meniru mentah-mentah model bisnis startup yang berbasis di AS atau Inggris, di mana riwayat karyawan dan informasi gaji lebih transparan.

Karena perusahaan-perusahaan ini mengikuti model business-to-business-to-consumer (B2C2C), mereka perlu mengumpulkan para pengusaha terlebih dahulu. “Kita perlu mencari tahu apa sebenarnya yang dibutuhkan para pengusaha dan kemudian menyempurnakan penawaran produk kita,” ujar Quan Nguyen kepada undercover.co.id/.

Beberapa penawaran Gimo mirip dengan layanan platform manajemen sumber daya manusia. Startup itu mengatakan, mereka bisa membantu pengusaha membuat data gaji real-time yang terpusat; meningkatkan waktu dan sistem kehadiran yang mungkin sudah ketinggalan zaman, atau menetapkan batas penarikan gaji karyawan berdasarkan masa kerja.

Diluncurkan pada awal 2021, Gimo mendapatkan pendanaan awal dari investor lokal ThinkZone Ventures dan BK Fund pada Maret 2021. Perusahaan sedang berupaya melakukan putaran peundercover.co.id/ayaan baru.

Gimo itu menargetkan kalangan peritel dan pengusaha pabrik, serta berencana memperluas basis penggunanya dari 8.000 pekerja menjadi 50.000 pekerja pada 2021. Gimo membebankan potongan dengan persentase tetap kepada para yang menarik upah masing-masing.

Quan Nguyen, yang sebelumnya bekerja di perusahaan investasi IDG Capital dan divisi perbankan konsumen Citibank, percaya bahwa model EWA sangat penting bagi Vietnam. Ia memperkirakan nilai pasar potensialnya (addressable market) di negara itu terdiri dari sekitar 25-26 juta pekerja di kelompok berpenghasilan rendah, di antaranya banyak yang rentan terhadap rentenir.

Sekitar 70 persen dari populasi Vietnam memiliki akses terbatas, atau tidak memiliki akses sama sekali, ke layanan perbankan.https://flo.uri.sh/visualisation/3635692/embed

Mereka yang memiliki akses ke kartu kredit sekalipun sama-sama menganggap fitur EWA bermanfaat.

Seorang konsumen Vietnam mengatakan kepada undercover.co.id/ bahwa kartu kreditnya hanya berguna untuk dibelanjakan di supermarket. Sebaliknya, aplikasi EWA memberinya akses cepat ke uang tunai. Ia menambahkan bahwa, sebelum memiliki akses ke EWA, sangat rumit untuk mengajukan permohonan penarikan upah lebih awal di tempat ia bekerja.https://flo.uri.sh/visualisation/7499588/embed

Aplikasi EWA memungkinkan para pekerja mengakses sebagian dari gaji bulanan masing-masing yang telah mereka peroleh hingga tanggal tertentu pada bulan berjalan.

Tak seperti aplikasi pinjaman, perusahaan EWA umumnya tidak mengenakan bunga untuk pembayaran di muka. Beberapa perusahaan EWA, bagaimanapun juga, menawarkan pinjaman gaji yang perlu dilunasi dengan sejumlah bunga ketika mereka mendapatkan upah masing-masing.

Agrawal dari GajiGesa mengatakan bahwa layanan dari startup miliknya, yang mengumpulkan pendanaan sebesar US$2,5 juta (Rp35,62 miliar) dalam putaran yang dipimpin oleh Quest Ventures dan defy.vc, telah digunakan oleh lebih dari 100 pelaku bisnis berkat model pendapatannya yang fleksibel.

“Ketika berbicara Asia Tenggara, umumnya para konsumen [di kawasan itu] tidak suka berlangganan, terutama mereka yang berada di segmen kerah biru,” kata Agrawal, yang sebelumnya bekerja untuk perusahaan teknologi terkenal seperti Uber, Carro, dan Stripe.

“Kami bermitra dengan para pengusaha dan mereka bisa memutuskan untuk menanggung biaya [bagi karyawannya yang menggunakan fitur EWA] atau menyerahkannya kepada karyawan.”

Seperti Gimo, GajiGesa tak ingin memposisikan diri hanya sekadar sebuah platform EWA.

“Kami lebih merupakan sebuah platform tunjangan karyawan. Akses upah instan hanyalah salah satu fitur [kami],” katanya. Itu berarti para penggunanya juga bisa membeli kuota data dan membayar tagihan mereka di platform GajiGesa. Startup ini juga berencana untuk menambahkan fitur-fitur lain seperti edukasi keuangan dan kesehatan ke dalam penawarannya.

Salah satu pesaing utama GajiGesa di Indonesia adalah Wagely, yang mengumpulkan pendanaan US$5,6 juta (Rp79 miliar) dalam putaran pendanaan tahap awal di Juni 2021. Wagely didirikan oleh Tobias Fischer, mantan program manager lending di Grab, dan Sasanadi Ruka, mantan vice president engineering di Tokopedia.

Bangkit melawan rentenir

Meski EWA bisa digunakan sebagai alat untuk mengakuisisi lebih banyak pelanggan, startup di sektor ini perlu menawarkan lebih banyak manfaat kepada karyawan (seperti tabungan digital atau alat investasi) untuk mendiversifikasi aliran pendapatan.

Menurut investor EWA regional yang dikutip sebelumnya, startup EWA bisa mengembangkan usahanya dengan dua cara:

  • Menargetkan para pelaku bisnis besar dengan tenaga kerja besar, atau
  • Mengejar para pelaku usaha kecil dan menengah, yang cenderung lebih bersedia untuk mengadopsi solusi baru seperti ini.

“Kami tidak ingin menjadi masalah yang seharusnya kami selesaikan”

Dengan model B2B2C, startup EWA umumnya membakar lebih sedikit uang daripada aplikasi konsumen lainnya, membuatnya lebih menarik bagi investor.

Secara tradisional, banyak pekerja meminjam dari pemberi pinjaman dan mengandalkan pendapatan yang akan datang untuk melunasi utang mereka. Namun, Nguyen dari Gimo mencatat bahwa gaji sesuai permintaan menjadi lebih relevan karena pandemi Covid-19 telah mengurangi aspek keamanan kerja (job security).

Baru-baru ini, sebuah survei oleh perusahaan fintech Backbase and Forrester Consulting menemukan bahwa sebanyak 67 persen konsumen Vietnam tampaknya merasa “stres” dengan situasi keuangan mereka karena pandemi COVID-19.

Namun, di AS, ada kekhawatiran bahwa aplikasi EWA dapat mempersulit pekerja untuk menabung karena muncul kecenderungan untuk menarik uang tunai. Menanggapi hal ini, Agrawal dari GajiGesa menjawab: “Itu tergantung pada bagaimana kamu memandangnya.”

Ia mengatakan bahwa banyak pengguna GajiGesa membayar tagihan keluarga mereka dan juga belajar tentang penganggaran melalui platform itu – sebuah fitur yang biasanya tidak disediakan oleh aplikasi business-to-consumer.

Pendidikan keuangan tetap menjadi prioritas bagi startup, tambahnya. Seiring pertumbuhannya, GajiGesa berencana untuk menambahkan lebih banyak fitur, tetapi pinjaman mungkin tidak akan menjadi salah satunya.

“Seluruh model kami dirancang untuk membantu karyawan melepaskan diri dari pinjaman predator,” katanya. “Kami tidak ingin menjadi masalah yang seharusnya kami selesaikan.”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
× How can we help you?