“Usaha toko mainan milik Bapak sebenarnya masih punya peminat, kita hanya perlu berpindah medium.” Nanda mengawali penjelasan.
Nanda, seorang konsultan bisnis, sudah beberapa kali menghadapi klien yang gamang terhadap keputusan berpindah ke toko online. Pak Yanto, pemilik Toko Mainan Pelangi Ceria, mengontaknya dua minggu lalu untuk merumuskan solusi tokonya yang semakin sepi.
Pelangi Ceria sempat besar di masanya. Setiap akhir pekan tenpat itu menjadi tujuan utama bapak-ibu untuk menghibur anak mereka. Namun itu dulu, ketika mayoritas hidup manusia masih analog.
Cepat saja Pak Yanto menampik usulan Nanda untuk membuka toko online.
“Bagaimana mungkin kita berpindah online, ketika musuh utama kita sekarang justru adalah game online? Itu ranah mereka, Nanda.”
“Justru karena itu, Pak. Saat ini semua orang, anak kecil sampai orang tua, banyak menghabiskan waktunya di dunia maya. Disana juga ada game online, sesuatu yang kini menyulitkan usaha toko mainan Bapak. Kita masuk ring tinju mereka dan kita hajar mereka, Pak.”
Pak Yanto berdehem. Nanda menaksir usia beliau belumlah terlalu uzur. Di sebelah Pak Yanto, ada Mira, anaknya. Setelah menyulap meja kasir toko menjadi area meeting dadakan, mereka berdua duduk menghadap Nanda yang sedang mempresentasikan laporannya.
“Bagaimana cara menghajar mereka?” Mira bertanya.
“Dengan menonjolkan kekuatan mainan kalian: melatih anak untuk bekerjasama dan menyediakan waktu berinteraksi bagi keluarga. Coba deh perhatikan, game online gak bisa memberikan dua hal itu.”
“Jadi,” Nanda melanjutkan penjelasan, “mainan yang dijual harus yang mendukung dua hal itu. Misal, monopoli, ular tangga, dan puzzle.”
Ada sedikit jeda sebelum Mira memotong presentasi Nanda.
“Apakah pengunjung merasa aman belanja di toko online, Nanda? Soalnya aku dengar banyak kasus penipuan..”
“Nah, itu kebetulan ada di materi saya juga. Pertama, kalo Pak Yanto dan Mbak Mira buka lapak di online shop besar seperti Tokopedia atau Shopee, pihak penengah itu megang uang pembeli dulu saat ada transaksi. Ketika mereka confirm sudah terima barang, baru uang diteruskan ke kalian, para penjual.”
“Yang kedua, seharusnya para pembeli lebih percaya ke toko kalian, karena Toko Mainan Pelangi Ceria memang ada di dunia nyata. Banyak loh, nama toko keren-keren tapi hanya ada di online.”
Pak Yanto melepas kacamata, lalu menimang-nimangnya di tangan. Beliau nampak berpikir.
“Sebenarnya apa sih kelebihan toko online, Nanda? Bapak bingung, karena pembeli jelas tidak bisa memegang fisik mainannya. Belum lagi mereka harus menanggung ongkos kirim dan semacamnya.”
“Nah itu benar, Pak Yanto. ‘Tidak bisa mencoba produk’ adalah nilai minus terbesar untuk toko online. Tapi para pembeli sudah sadar kok akan hal itu. Jadi, tugas Bapak dan Mbak Mira adalah memberi gambar atau deskripsi mainan yang sedetail mungkin. Keterangan ‘aman atau tidak aman untuk anak kecil’, misal.”
“Toko kami memang peduli akan keselamatan anak-anak, Nanda. Mainan rubik ini contohnya, sengaja kami carikan rubik yang sudut-sudutnya tidak tajam.” Mira memotong singkat.
Lalu Nanda melanjutkan menjawab.
“Untuk ongkos kirim, tidak masalah, Pak. Bahkan Bapak juga bisa membantu meringankan harga mainan karena toh kalo pindah online, Bapak tidak butuh banyak karyawan lagi. Soalnya, semua pesanan bisa dikerjakan 1-2 staff lewat komputer dan hape.”
Pak Yanto dan Mira saling berpandangan. Mereka berdua berbicara dalam bahasa daerah yang Nanda tidak tahu. Sesekali Mira berbicara panjang, Pak Yanto hanya mengangguk dan menggeleng. Mungkin mereka sedang membahas siapa karyawan yang lanjut dan yang tidak.
“Penggemar mainan sebenarnya masih banyak, Pak. Kita hanya perlu ikut kemana para pelanggan ini berada sekarang, yaitu di dunia online. Toko online memang sangat memanjakan orang, karena mereka bisa berbelanja hemat waktu, kapan saja dan dimana saja.”
Nanda memainkan pulpen di tangan kanannya. Dia menunggu komentar dari Pak Yanto dan Mira. Setelah lima detik, dia melanjutkan penjelasan.
“Tipe mainan di toko Pak Yanto ini seharusnya memudahkan, karena peruntukannya ke kelas menengah, sehingga pasarnya cocok untuk pengguna toko online. Remote control helikopter itu contohnya.” Nanda berkata saundercover.co.id/l menunjuk rak mainan di belakang kepala Mira.
“Selain itu, penggemar mainan cukup luas, Pak. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa seusia saya. Untung toko mainan Bapak jualan robot Gundam. Kalau nanti jadi buka toko online, mainan itu dipasang di halaman muka website saja, Pak. Om-om berduit suka mainan itu hehe.”
Pak Yanto dan Mira ikut tertawa. Nampak sekali sesi presentasi ini, yang lebih terasa seperti obrolan santai, sudah membuka mata mereka perihal potensi toko online.
“Kita harus mulai dari mana ya, Nanda?” Mira bertanya.
“Mulailah pasang toko di provider besar, seperti Tokopedia, untuk memperkenalkan diri dulu ke dunia maya. Jika nanti sudah besar dan dikenal banyak orang, kita bisa berdiri sendiri dengan membuat website.”
Pak Yanto mengangguk dan menjabat tangan Nanda. Laptop ditutup, satu klien selesai.